Sabtu, 21 November 2009

solusi tepat atasi masalah sampah !!!

Sampah telah menjadi masalah klasik di dalam kehidupan manusia yang bermukim menetap. Selain menimbulkan bau tidak sedap, sampah pun berpotensi menimbulkan berbagai penyakit yang membahayakan kesehatan. Indonesia memiliki sekitar 460 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang masih menggunakan sistem open dumping, yaitu pembuangan sampah dengan cara ditimbun di tanah lapang terbuka, sudah tidak layak lagi diterapkan. Data terakhir Dinas Kebersihan DKI Jakarta menunjukkan jumlah produksi sampah Jakarta sampai saat ini ± 27.966 M³ per hari. Dengan jumlah volume sampah sebanyak ini tentunya membutuhkan solusi penanganan yang tepat.

Menurut Henky Sutanto Perekayasa Teknologi Lingkungan, hingga saat ini BPPT telah mengembangkan teknologi TPA Generasi V, VI dan VII dengan menggunakan teknologi Reusable Sanitary Landfill (RSL). RSL adalah sebuah sistem pengolahan sampah akhir yang aman, dapat beroperasi berkesinambungan selamanya, yaitu dengan menggunakan metode Pengisian & Pengosongan Bergilir pada Blok Ruang Pengolah Sampah Padat. Dengan RSL, lokasi TPA yang awalnya tempat pembuangan akhir, diubah menjadi lokasi TPST, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu.

Teknologi TPA generasi V adalah Reusable Sanitary Landfill/wet cell yang dikembangkan agar sesuai untuk penerapan di kawasan tropis basah. Teknologi TPA Generasi VI adalah hasil rekayasa agar sampah dapat diolah dan dikembalikan ke media alam dengan aman dan bermanfaat. TPA berteknologi G-V dan G-VI diterapkan pada lahan dataran ini telah memperhitungkan masalah "sustainability", yaitu dilengkapi rencana proses Landfill-Mining, menambang dan memilah kompos dari material galian yang diperoleh. Sedangkan teknologi TPA Generasi VII atau yang disebut dengan istilah Reusable Sanitary Landfill-Inclined Towers (RSL-IT) adalah kombinasi antara TPA teknologi G-VI dengan tabung raksasa yang disandarkan pada tebing, berfungsi mempercepat proses degradasi sampah organik melalui proses anaerobik, menghasilkan biogas serta kompos, memanfaatkan lahan tebing”, jelas Henky (30/09).

Mahalnya biaya investasi yang dibutuhkan dalam setiap pembuatan lahan TPST dengan menggunakan teknologi RSL ini dapat dianggap sebagai salah satu kendala bagi daerah Kabupaten/Kota untuk menerapkannya. “Totalnya sekitar Rp 55 miliar per modul 11 Hektar, namun masalah pendanaan tersebut masih dapat dicarikan solusinya, yaitu dengan cara pembuatan TPST-RSL secara regional yang mampu melayani lebih dari 2 wilayah Kabupaten/Kota, sehingga Pemerintah Provinsi dapat menunjang pendanaannya” tutur Henky lebih lanjut.

Saat ditanyai tentang kesiapan BPPT dalam memberi solusi penanganan sampah Henky berujar “Sesuai dengan komitmen BPPT yang bergerak dalam pelayanan aplikasi teknologi dalam negeri, kami selalu siap membantu menyelesaikan persoalan sampah” tegas Henky. (YRA/humas)

0 komentar:

Posting Komentar